10 March 2015

Review: Chappie (2015)


United States | Action and Adventure, Sci-Fi and Fantasy | R | Directed by: Neill Blomkamp | Based on: Tetra Vaal (short film) by Neill Blomkamp | Written by: Neill Blomkamp, Terri Tatchell | Cast: Sharlto Copley, Dev Patel, Watkin Tudor Jones, Yolandi Visser, Jose Pablo Cantillo, Sigourney Weaver, Hugh Jackman | English | Run time: 120 minutes

Sinopsis:
Sebuah robot diberikan sebuah kecerdasan buatan sehingga ia dapat berpikir dan berperasaan layaknya manusia.

Review:
Welcome to Jo'burg! Di film ketiga Neill Blomkamp kita dibawa kembali kesebuah dunia yang kurang lebih sama dengan dunia yang ada di dua film dia sebelumnya, District 9 (2009) dan Elysium (2013). In the near future crime-ridden Johannesburg, kepolisian kota itu menggunakan robocop-like... robot (d'uh!) untuk menangani kerjahatan. Robot yang diproduksi oleh perusahaan Tetra Vaal ini mampu bergerak secara otomatis dan memiliki kemampuan yang efektif untuk memberantas kejahatan. Nampaknya Blomkamp belum bisa beranjak dari dunia distopia semacam itu. Meski berkutat dengan kejahatan, film ini bukanlah film yang terbilang serius. Jadi jangan anggap film ini terlalu serius.

Perkenalkanlah Chappie (Sharlto Copley). Sebelumnya dia merupakan salah satu robot scout yang digunakan untuk memberantas kejahatan. Setelah rusak, Deon Wilson (Dev Patel), insyinur di perusahaan Tetra Vaal sekaligus pencipta robot scout, ingin menguji program kecerdasan buatan yang mampu membuat sebuah robot berpikir dan berperasaan layaknya manusia. Kemampuan berpikir Chappie mulanya seperti bayi, harus didik agar lambat laun menjadi dewasa. Namun sebelum pendidikan Chappie sempurna, dia diculik oleh sekelompok kriminal yang terdiri dari Ninja (Watkin Tudor Jones), Yolandi (Yolandi Visser), dan Amerika (Jose Pablo Cantillo). Para kriminal tersebut mendidik Chappie agar menjadi kriminal karena mereka ingin Chappie membantunya dalam melakukan pencurian. Di sisi lain ada Vincent Moore (Hugh Jackman), pegawai Tetra Vaal yang cemburu dengan kesuksesan Deon.


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, mulanya Chappie ini seperti bayi. Sebuah bayi robotik (umm, tidak seperti yang ada di American Sniper). Dengan sikapnya yang seperti bayi, Chappie adalah sosok yang polos dan menggemaskan. Ingat Baymax di film Big Hero 6 (Don Hall, Chris Williams, 2014)? Kurang lebih Chappie seperti Baymax. Menggemaskan meski tidak memiliki fisik selucu Baymax. Ada adegan menggemaskan dimana Yolandi yang menjadi sosok ibu membacakan dongeng sebelum tidur untuk Chappie dan banyak adegan menggemaskan lainnya. Dibandingkan dengan dua film Blomkamp sebelumnya Chappie merupakan film yang terbilang lebih santai. Film ini seperti kanvas bagi Blomkamp menyalurkan imajinasi liar tapi ringan yang ia miliki. Tidak selalu berkutat di permasalahan berat seperti apartheid dan class struggle yang ada di dua filmnya sebelum ini.

Meski santai Chappie bukanlah film sci-fi yang dangkal. Telah menjadi ciri khas Blomkamp untuk menelurkan karya yang memiliki kedalaman tertentu. Di film Chappie Blomkamp mengangkat cerita yang menarik mengenai asuhan seorang anak (atau nature vs. nurture, whatever you want to call it). Namun sayang skrip film ini jauh dari kata sempurna. Penyakit yang sebelumnya dihinggapi oleh film Blomkamp sebelumnya, Elysium. Akibatnya cerita film ini tidak dapat diresapi dan dimaknai secara keseluruhan akibat tertutup oleh awan kabut yang dinamakan plot holes dan lazy shortcuts.


Skrip film ini ditulis oleh Blomkamp sendiri dan istrinya, Terri Tatchell. Duo yang sebelumnya berhasil meraih nominasi skrip adaptasi terbaik di 82nd Academy Awards atas film District 9. Terlalu banyak hal plot holes di film ini. Misalnya adalah tidak pernah dijelaskan mengapa Deon harus repot-repot kembali ke kantornya untuk memasang kecerdasan buatan di Chappie. Padahal di rumahnya terdapat banyak robot berserakan. Akhir film ini juga terbilang sangat terburu-buru, tiba-tiba mengambil jalan pintas. Entah bagaimana Chappie bisa mengetahui cara memindahkan kesadaran dari satu tempat ke tempat lain. Mengapa terbilang jalan pintas karena di film ini tidak ada sedikitpun foreshadowing perihal pemindahan kesadaran tersebut. Jadinya akhir dari film ini terasa dipaksakan.

Film ketiga Blomkamp ini masih jauh dari kata sempurna. Jika dibandingkan dengan District 9, Chappie belum sama sekali mencapai level itu. Memang sudah nasib sepertinya bagi Blomkamp jika karya terbarunya akan selalu dibanding-bandingkan District 9. Setidaknya sampai dia berhasil membuahkan karya yang sebanding dengan film pertamanya tersebut. Meskipun demikian, film ini bukanlah film yang jelek. Film ini masih dapat menghibur. Gue suka dengan action di film ini, cepat dan menegangkan. Gue juga suka dengan gaya penceritaan Blomkamp yang terasa ringan sehingga mampu mengundang rasa tawa dan gemas. Alhasil film ini dapat mudah untuk dinikmati siapapun.

Best Scene:
Adegan dimana Chappie diajari untuk mencuri mobil. Chappie sesungguhnya tidak mau melakukan kejahatan namun Ninja dan Amerika membohonginya untuk melakukan hal tersebut. Chappie yang termakan kebohongan tersebut melakukan pencurian mobil tersebut dengan sangat total. Saking total hingga mampu membuat penonton tertawa terbahak-bahak, terutama ketika ia menggunakan mainan ayamnya.


Kesimpulan:
Chappie no crimes!

It's far from perfect but Chappie is fun nonetheless. Chappie masih terasa sebagai film ala Blomkamp meski belum bisa mengeluarkan dirinya dari bayang District 9. Menyenangkan dan menghibur. Chappie ibarat kanvas bagi Blomkamp untuk menyalurkan ide liar tapi ringan yang ia miliki. Jadi jangan dianggap terlalu serius.


What do you think about this movie? Share your opinion in the comment box below :D

No comments:

Post a Comment