16 March 2013

Review: Killing Them Softly (2012)


United States | Drama, Mystery & Suspense, Comedy | R | Directed by: Andrew Dominik | Based on: Cogan's Trade by George V. Higgins | Written by: Andrew Dominik | Cast: Brad Pitt, Richard Jenkins, James Gandolfini, Ray Liotta, Scoot McNairy, Ben Mendelsohn, Vincent Curatola | English | Run time: 97 minutes |

Plot:
Perekonomian kriminal di daerah Boston goyah setelah sebuah tempat poker yang dimiliki oleh Markie Trattman (Ray Liotta) dirampok oleh Frankie (Scoot McNairy) dan Russell (Ben Mendelsohn). Akibat dari pada itu, Jackie Cogan (Brad Pitt), seorang pembunuh bayaran, dipekerjakan untuk mencari dan menghabisi dua perampok tersebut.

Review:
Killing Them Softly berlatar tempat di sebuah daerah di kota Boston pada saat menjelang pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2008. Pada waktu tersebut, Amerika Serikat sedang dilanda sebuah krisis finansial cukup parah yang mengikis kepercayaan diri bangsa adidaya itu. Disaat bersamaan, Johnny "Squirrel" Amato (Vincent Curatola) memiliki sebuah rencana besar, yakni merampok tempat judi poker milik Markie yang merupakan tempat vital bagi perekonomian kriminal di daerah tersebut. Untuk pekerjaan besar ini, Squirrel mempercayakannya kepada Frankie dan Russell. 

Anehnya, dua orang ini jauh dari sosok intimidatif layaknya yang dimiliki penjahat umumnya. Ibaratnya, jika kita hendak merampok dari seseorang sebesar Markie, sosok Frankie dan Russell mungkin tidak akan terlintas di pikiran kita. Frankie mungkin agak lebih cerdas dibandingkan Russell. Memiliki suara dan gaya seperti anak kecil, sosok Frankie jauh dari kesan membahayakan. Jika bicara mengenai Russell, dia merupakan sosok yang kotor dan cendrung menjijikan. Russell memiliki kepribadian yang cendrung suka berbicara, agak sedikit motor mouth, sebuah kepribadian yang dapat membahayakan rencana Squirrel. Pada awalnya, Squirrel agak cemas dengan Russell, namun dengan jaminan dari Frankie, kecemasannya mulai sirna.


Rencana yang dimiliki Squirrel bukanlah sebuah rencana yang asal jadi dan tanpa latar belakang yang jelas. Pada beberapa tahun (atau beberapa waktu) yang lalu, Markie melakukan sebuah tindakan bodoh. Markie dengan sengaja merampok tempat poker miliknya sendiri. Setalah dipendam cerita tersebut sekian lama, akibat pengaruh alkohol, Markie menceritakannya kepada teman-temannya. Secara mengejutkan, teman-teman Markie tertawa, mereka menganggap perbuatan Markie sebuah lelucon yang menggelikan. Semuanya baik-baik saja, tidak ada yang terluka, terutama Markie. Mengetahui hal tersebut, Squirrel menganggap  apabila tempat poker Markie kerampokan lagi, semua orang akan menyalahkan Markie dan Squirrel dapat lolos dari perbuatannya.

Perampokan pun terjadi. Perekonomian dunia kriminal di daerah tersebut goyah. Untuk membereskan masalah tersebut, seorang supir (Richard Jenkins) diutus oleh mafia untuk bertemu dengan Jackie Cogan, seseorang yang dianggap mampu membereskan segala kekacauan tersebut dan menyelidiki siapa pelaku sebenarnya dari perampokan tersebut.


Hal pertama yang terlintas ketika gue menonton Killing Them Softly adalah film ini secara teknis sangat stylish. Dari awal film dimulai, kita langsung disuguhi sebuah crazy editing yang diiringi dengan latar suara pidato kampanye presiden Obama tahun 2008 silam. Dramatis. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan opening scene film ini. Hanya saja, efek dramatis seperti itu, bagi gue, hanya menjadi suatu bumbu yang digunakan terlalu sering di film ini. Dramatis namun tidak memiliki makna yang sepenuhnya berarti. Gue awalnya berharap segala potongan pidato kampanye presiden atau berita krisis finansial AS yang menjadi selingan di film ini merupakan cerminan atau dapat dianalogikan dengan terpuruknya kondisi perekonomian kriminal di Boston setelah terjadi kerampokan dan harapan akan adanya 'penyelamat' untuk mengatasi itu semua. Ternyata, hal itu bukan merupakan sebuah cerminan yang sempurna. Memang ada yang menurut gue berhubungan dengan cerita film ini tapi tidak semuanya dan digunakan terlalu sering. Menurut pendapat gue, selingan potongan pidato kampanye dan berita krisis finansial AS merupakan poin plus dan minus di film ini.

Killing Them Softly bukanlah sebuah film yang menjanjikan baku tembak ala film action Hollywood lainnya. Memang, secara sekilas seperti itu, tapi harus gue bilang sekali lagi, Killing Them Softly bukanlah film semacam itu. Mungkin bagi penonton yang hanya ingin mencari aksi-aksi berbahaya dan memacu adrenalin akan sedikit kecewa. Yang disajikan di sini adalah dialog-dialog tajam yang berhasil diracik dengan cukup manis oleh Andrew Dominik (The Assassination of Jesse James by The Coward Robert Ford). Agak sedikit gelap, mungkin merupakan kata yang tepat untuk  merangkum humor-humor yang dituturkan oleh masing-masing tokoh di film ini.


Masing-masing tokoh di film ini, menurut gue, cukup memberikan kesan tersendiri. Frankie dan Russell misalnya, sepasang unlikely villain, sama-sama kurang cerdas dan tidak mengintimidasi secara fisik namun dapat membuat geger mafia Boston. Seorang supir yang diperankan oleh Richard Jenkins disisi lain, meski mendapatkan screen time yang relatif minim, cukup memberikan kesan bagi gue. Percakapkannya dengan Jackie cukup menyiratkan kesan tegas yang dimiliki karakternya. Atau tokoh Mickey yang diperankan oleh James Gondolfini, seorang pembunuh bayaran yang dulunya berbahaya, namun setelah terluka hatinya berubah menjadi harimau yang ompong. Tepuk tangan meriah perlu diberikan kepada Brad Pitt di sini. Performa apiknya mampu menghidupkan tokoh Jackie Cogan yang sedikit misterius, cool, dan sangat berbahaya. Semua kejutan yang disajikan oleh tokoh Jackie disini amat berhasil dibawakan oleh Brad Pitt.

Sayangnya, film ini bukanlah untuk semua orang. Dialog-dialog pintar yang berhasil diracik oleh Dominik malangnya disajikan secara bertele-tele. Terlalu panjang bagi sebagian orang. Hal itu juga mengakibatkan, kita sebagai penonton, tidak mampu meresapi makna atau rasa dari dialog-dialog tersebut. Selain itu juga, gue merasa, film ini terlalu berusaha untuk menjadi keren. Segala macam teknis pengambilan gambar maupun penyajian latar suara yang catchy nan keren tersebut terkesan percuma karena tidak didukung dengan alur cerita yang padat serta kuat.

Best Scene:
Mungkin yang paling berkesan adalah ketika Jackie menjelaskan kepada supir, mengapa dia selalu membunuh dari kejauhan. "You ever kill anyone? They get touchy-feely, emotional, a lot of fuss. They either plead or beg. They call for their mothers. I like killing them softly," demikianlah Jackie menjelaskan. Mungkin juga ketika Jackie menjelaskan apa itu Amerika, "America is not a country. It's just a business."


Jadinya?
In America, you're on your own. Killing Them Softly sayangnya bukan untuk semua orang. Film yang amat potensial menurut gue, sayang sekali dieksekusi secara bertele-tele. Mungkin bila cerita film ini dapat dipadatkan dan tidak sporadis, film ini dapat memenangkan hati gue.

6 comments:

  1. Hai, Luthfi! Nice review :) Gue belom nonton film ini tapi terlanjur ilfeel sama trailernya.. entah kenapa menurut gue trailernya nggak memikat, walopun ada Pitt di situ, hehehe~ Anyway, thanks udah masang link Cinema Alone di blog ini ya.. Gue pasang balik link lo di blog gue, ya.. keep on reviewing :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sip, terima kasih kak. Nanti gue bakal sering main ke sana, hehehe.

      Delete
  2. Aktingnya Brad Pitt memuaskan, sayang filmnya nggak berhasil nyatuin pesan2 di dialognya sama tema kriminal yang diangkat menurutku

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, setuju banget. Akting Brad Pitt memuaskan tapi cerita film ini tersebar kemana-mana, ga langsing dan terlalu bertele-tele :)

      Delete
  3. entah mengapa kok agak males yah nonton film ini, selain banyak yang bilang movie posternya sedikit menipu,, hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, gue juga kepikiran gitu. Design posternya emang menarik banget sih :)

      Delete