15 March 2013

Review: The Sessions (2012)


United States | Drama, Comedy | R | Directed by: Ben Lewin | Based on: On Seeing a Sex Surrogate by Mark O'Brien | Written by: Ben Lewin | Cast: John HawkesHelen HuntWilliam H. MacyMoon Bloodgood | English | Run time: 95 minutes |

Plot:
Mark O'Brien (John Hawkes) adalah seorang penulis yang mengidap polio sejak kecil. Akibat penyakitnya tersebut, John hanya bisa menggerakkan kepalanya sedangkan seluruh tubuhnya lumpuh. Kondisi itulah yang menyebabkan dirinya sulit merasakan cinta dan terlebih lagi hubungan sex. 

Review:
Sebagai seorang penulis, Mark sudah cukup terkenal dengan keahliannya dalam menulis puisi. Hari-harinya dia lewati dalam sebuah iron lung atau sebuah respirator yang menyokong hidupnya. Dirinya merupakan pribadi yang menyenangkan, John mudah sekali membuat orang lain berteman dan dekat dengannya. Meski memiliki kepribadian yang menyenangkan, hal tersebut tidak menjamin Mark mendapatkan cinta semulus yang ia inginkan.

Ketertarikannya dengan sex timbul karena ia kebetulan diminta untuk membuat sebuah tulisan mengenai sex pada orang yang memiliki cacat fisik. Rasa penasaran untuk mencoba dan melepas keperjakaannya bertentangan dengan nilai-nilai Katolik yang telah dia pegang teguh sebelumnya. Hal itu dikarenakan, untuk melakukan hubungan sex, dia pertama-tama harus 'belajar' terlebih dahulu dengan seorang sex surrogates atau seorang terapis seksual. Pada sesi-sesi terapi itulah dia bertemu dengan Cheryl Cohen-Greene (Helen Hunt), seorang terapis seksual. Pada sesi-sesi itulah pula ketertarikan diantara mereka timbul, sebuah pengalaman yang akan merubah hidup Mark ke arah yang lebih baik.


Jika sekilas melihat cerita The Sessions, mungkin penonton dapat segera terjebak dalam pandangan sesat bahwa film ini merupakan film yang cukup vulgar dalam mengumbar masalah sex. Namun, film ini lebih pintar dan cerdas daripada itu. The Sessions memang suatu film yang mengangkat tema yang agak sensitif dan tabu, yakni sex for a disabled person. Hanya saja, dengan pengarahan dan cerita yang cermat dari Ben Lewin, film ini menjadi sebuah film yang membuka pandangan baru, digarap secara hangat dan pas. 

The Sessions yang merupakan jebolan festival film Sundance ini berhasil menggambarkan sex sebagai kebutuhan pokok setiap manusia, tak terkecuali manusia yang memilki cacat fisik. Penggambaran sex dalam film ini jauh dari kesan hura-hura ala film-film Hollywood pada umumnya. Penggambaran tentang sex di The Sessions terasa hangat dan intim, meski hubungan antara Mark dan Cheryl hanya sebatas pasien dan terapis. 


Film ini memiliki cukup banyak narasi. Pada umumnya, bagi gue setidaknya, film dengan banyak narasi biasanya membosankan. Tetapi narasi film ini justru menjadi poin menarik. Penggambaran cerita yang diucapkan lewat tokoh Mark dibuat layaknya suatu kejujuran. Seolah-olah kita dapat melihat dari sebuah jendela hati dan pikiran terdalam dari Mark O’Brien. Lewat narasi tersebut, segala rasa suka, duka, kecemasan, harapan, dan keputusasaan dituturkan dengan indah. 

Nah, bicara tentang departemen akting. Cast film ini perlu diberi tepuk tangan meriah. Harus diakui, baik tokoh Mark dan Cheryl walaupun dari luar terkesan sederhana, sesungguhnya merupakan tokoh yang amat sulit diperankan dengan baik. Tanpa perlu menggerakan seluruh badan dan hanya dengan senyuman dan pembawaan menawan yang dimilikinya, penampilan John Hawkes mampu membuat gue simpati. Helen Hunt gue katakan tampil sangat berani dalam memerankan tokoh Cheryl disini. Hampir seluruh penampilannya di The Sessions memerlukan dia tampil tanpa busana sehelai pun. Mungkin karena penampilan berani dan menawannya lah yang menjadi alasan Helen Hunt mendapat nominasi Best Actress on Supporting Role pada Oscar yang lalu.

Best Scene:
*SPOILER* Ketika suatu saat iron lung milik Mark berhenti bekerja akibat padamnya lampu. Mark yang dengan tabah mengatakan, “So this is how it ends.” Cukup membuat gue bersedih dalam hati, gue seperti dikejutkan dan belum siap melepaskan tokoh ini.


Jadinya?
The Sessions merupakan film berkesan untuk ditonton. Film yang dapat membuka pandangan baru pada topik yang awalnya tabu. Hanya saja dengan segala nilai plus film ini, belum mampu merebut hati gue seluruhnya.

No comments:

Post a Comment