United States | Mystery & Suspense | R | Directed by: Andrew Niccol | Written by: Andrew Niccol | Cast: Ethan Hawke, January Jones, Zoë Kravitz, Jake Abel, Bruce Greenwood | English | Run time: 104 minutes
Sinopsis:
Dilema nurani yang dialami oleh operator drone ketika mendapatkan tugas untuk membasmi teroris oleh CIA.
Review:
Sedari dulu kita selalu membayangkan langit biru adalah suatu keindahan. Damai, bukan merupakan sesuatu yang membahayakan. Hampir semua semua orang di dunia merasakan hal tersebut. Hampir, tidak semua. Bagi orang-orang yang hidup di bawah zona operasi drone (unmanned aerial vehicle), langit biru adalah sebuah momok. Bagi mereka langit biru berkonotasi dengan kematian. Karena langit biru atau cerah menandakan bahwa ada drone yang terbang di atas mereka. Memantau gerak-gerik mereka dan bukannya jarang menjatuhkan misil yang yang mampu merenggut nyawa mereka, death from above. Langit biru kini berkonotasi dengan drone karena pada langit cerah sajalah benda tersebut mampu beroperasi. Tidak hanya orang jahat saja yang was-was, penduduk sipil tidak berdosa pun ikutan was-was dengan keberadaan drone. Karena sering kali aksi drone tersebut menimbulkan collateral damage yang tidak sedikit. Secara seketika nyawa mereka, sahabat, atau keluarga dapat raib, hilang menjadi korban dari operasi drone. Intinya adalah ketika ada anak yang hidup di suatu belahan dunia takut dengan langit biru yang kini berkonotasi dengan kematian maka kita tahu ada suatu permasalahan besar.
Kebijakan drone Amerika Serikat memang kontoversial. Di satu sisi penggunaan drone akan mengurangi penggunaan tentara AS di zona konflik, dengan demikian potensi kematian tentara dapat ditekan. Di sisi lain penggunaan drone berpotensi menyebabkan banyak penduduk tidak bersalah menjadi korban. Hal ini dikarenakan sering kali penggunaan drone didasarkan pada bukti yang kurang konkrit, hanya berupa perumpamaan dan dugaan belaka bahwa target merupakan "imminent threat" bagi Amerika Serikat. Di film berjudul Good Kill ini Andrew Niccol memberikan pandangannya terhadap kebijakan drone tersebut. Sutradara dan penulis berasal dari Selandia Baru tersebut meramu argumen pro dan kontra terhadap penggunaan drone yang disisipkan ke dalam sebuah cerita yang cukup menengakan dan membuat hati ikutan was-was. Di film ini menampilkan kengerian dari penggunaan drone yang tidak terawasi. Selain itu juga film ini menampilkan pertempuran hati yang dialami oleh operatornya. Mereka yang terjebak di antara panggilan tugas dan panggilan nurani.
Thomas Egan (Ethan Hawke) adalah seorang pilot yang telah lama malang melintang di dunia perpilotan. Dirinya merupakan adrenaline junkie, sedikit mirip dengan tokoh William James (Jeremy Renner) di film Hurt Locker (Kathryn Bigelow, 2008). Dia cinta terbang dan dengan terbang ia mampu memenuhi kebutuhan adrenalinnya. Hanya saja dunia perperangan udara dewasa ini telah bergeser. Dari yang tadinya "airforce" menjadi "chairforce". Penggunaan drone telah membuat usang pesawat tempur jet. Tidak perlu lagi menempatkan pilot di kursi pesawat karena drone mampu melaksanakan tugas pesawat tempur dengan cukup menempatkan pilot duduk di depan komputer. Menggerakkan drone layaknya sebuah video game. Kesibukannya sebagai operator drone mulai membuat keretakan hubungan antara dia dengan istrinya, Molly (January Jones). Selain itu juga dia mulai mempertanyakan pekerjaannya ini. Akibat dari ketidakberdayaan dirinya mencegah timbulnya collateral damage dan penggunaan drone yang sewenang-wenang (mungkin tergolong sebagai war crime) yang dilakukan oleh CIA.
Konflik utama film ini adalah dilema moral yang berkecamuk di dalam diri para operator drone. Mereka mendefiniskan dirinya mereka sebagai pihak yang baik. Membela negara dan menyelamatkan tentara negaranya dari bahaya. Meski sering kali cara melakukannya mengusik hati mereka. Selain itu juga mereka merasa tidak berdaya untuk menghindari timbulnya collateral damage. Setidaknya hal tersebut yang dirasakan oleh tokoh Thomas dan rekannya Vera Suarez (Zoe Kravitz). Namun tidak semua rekan mereka berdua merasakan hal tersebut. Contohnya adalah tokoh Zimmer (Jake Abel), tokoh yang sangat 'Murica. Dirinya menganggap semua nyawa yang hilang dari operasi drone adalah sebuah good kill, sekalipun yang terbunuh sebagai collateral damage adalah anak kecil. Dinamika antara mereka semua dapat dirangkum sebagai diskusi lawas yang dinamakan Us vs. Them, kita atau mereka. Di diskusi tersebut mereka membahas siapakah pihak yang paling jahat. Menariknya adalah penontonlah yang akan menjawab sendiri pertanyaan diskusi tersebut.
Selain itu film ini juga dengan jelas menggambarkan sebuah lingkaran setan yang terjadi selama ini. Lingkaran membasmi aksi terorisme dengan aksi terorisme. Film ini mempertanyakan keefektifan dari penggunaan drone untuk membasmi terorisme. Hal tersebut dipaparkan oleh tokoh Vera dengan pernyataan bahwa penggunaan drone oleh Amerika Serikat adalah alat rekruitmen paling efektif yang dimiliki oleh al-Qaeda. Karena penggunaan drone sesungguhnya adalah aksi terorisme AS kepada mereka. Alhasil dengan alasan tersebut al-Qaeda akan lebih mudah merekrut calon teroris. Intinya militer AS justru malah memberikan bantuan untuk al-Qaeda untuk merekrut teroris. Film ini juga menggambarkan warna asli dari perang melawan terorisme. Perang yang tidak mengenal batas negara. Perang yang tidak tahu mau tahu apakah orang tersebut benar-benar bersalah atau tidak. Perang yang dimana semuanya tampak abu-abu. Perang yang mana kedua belah pihak sama-sama jahatnya. Sesuatu hal yang cukup menakutkan jika dipikir-pikir.
Good Kill adalah film perang tapi bukanlah fillm perang yang mengumbar ledakan bertubi-tubi dengan suara desing peluru dan adegan macho lainnya. Tidak terlalu banyak aksi oktan tinggi yang terjadi. Kebanyakan dari film ini hanya berisikan dialog dan tokoh yang duduk-duduk. Meskipun begitu skrip dan penggarapan Niccol cukuplah pintar dan cermat. Membahas isu kekinian yang layak untuk diperbincangkan dengan cara yang cukup mengusik ketenangan hati. Beberapa adegan di film ini mampu membuat kita ngilu, beberapa lagi cukup tense. Film ini adalah sebuah panggilan penggugah untuk membahas kembali pandangan kita terhadap penggunaan drone. Hanya saja sebagai sebuah keutuhan film terdapat beberapa bagian yang justru mengurangi bagian positif film ini. Problematika rumah tangga yang dimiliki oleh Egan dan Molly hanya seperti tempelan belaka, tidak dalam meski diusahakan agar tampak dalam. Selain itu konflik Egan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan adrenalinnya juga tidak dijawab secara maksimal. Alhasil kedua hal tersebut mengganggu kenikmatan menonton film ini. Resensi ini akan saya tutup dengan sebuah pernyataan dari Rosa Brooks, professor dari Georgetown, yang menyatakan, "...right now we have the executive branch making a claim that it has the right to kill anyone, anywhere on Earth, at any time, for secret reasons based on secret evidence, in a secret process undertaken by unidentified officials. That frightens me."
Best Scene:
Death at the funeral. Salah satu paling ngilu di film ini. Adegan yang benar-benar mampu mempertanyakan sejauh itukah potensi penggunaan drone. Membunuh target di pemakaman target yang lain.
Kesimpulan:
This ain't a Playstation.
Good Kill adalah wadah penuangan pendapat Andrew Niccol dan penggambaran penggunaan drone Amerika Serikat untuk membasmi terorisme. Sebuah film dengan skrip pintar yang membahas isu kekinian yang layak untuk didiskusikan. Sebuah film perang lebih mengeksplor psikis dan nurani para tokoh di dalamnya, bukan film perang yang mengumbar ledakan bertubi-tubi dengan suara desing peluru dan adegan macho lainnya. Hanya saja ada beberapa bagian film ini yang tampak sebagai tempelan, seperti konflik keluarga dan kurang terpenuhinya adrenalin tokoh utama film ini. Bagian-bagian tempelan tersebut menjadikan pengalaman menonton film ini kurang solid.
P.S. Ini adalah review terakhir sampai bab iii skripsi gue selesai. Doakan.
What do you think about this movie? Share your opinion in the comment box below :D
There should be more mainstream films like this, works like Jarhead, or Spec Ops: The Line.
ReplyDeleteI agree with you. There should be more smart war movie like this.
Delete