United Kingdom | Drama, Romance | PG-13 | Directed by: James Kent | Based on: Testament of Youth by Vera Brittain | Written by: Juliette Towhidi | Cast: Alicia Vikander, Kit Harington, Colin Morgan, Emily Watson, Hayley Atwell, Dominic West, Miranda Richardson | English | Run time: 129 minutes
Review:
Diangkat dari memoir Testament of Youth, Vera adalah seorang perempuan yang menjadi saksi dari dampak perang terhadap satu generasi. Generasi yang kini dikenal sebagai The Lost Generation. Generasi yang hilang akibat Perang Dunia.
Review:
Film ini dibuka dengan sebuah kontras. Vera Brittain (Alicia Vikander), tokoh utama film ini, dengan tatapan kosong yang menampilkan kepedihan terpendam berdiri sendiri di antara keramaian yang riuh gembira. Semua orang bersorak-sorak karena pada saat itu, tahun 1918, Perang Dunia I yang melanda daratan Eropa telah berakhir. Semuanya bahagia kecuali Vera Brittain, ia menyadari bahwa perayaan itu tidak akan mengembalikan pemuda-pemuda yang telah gugur di medan perang. Teman, saudara, atau kekasih yang hilang untuk selamanya, tiada akibat perang. Vera kemudian meratap pada suatu lukisan yang cantik namun bercerita tentang peristiwa yang kelam. Suatu metafora yang melambangkan perasaan Vera pada saat itu. Suatu perasaan yang saya rasakan ketika menonton film ini. Cantik namun kelam.
Testament of Youth adalah sebuah film yang diangkat dari memoir yang ditulis oleh Vera Brittain, seorang perawat pada masa Perang Dunia I dan seorang tokoh pasifis abad ke-20. Memoir tersebut berisikan tulisan anti-perang yang hingga kini masih relevan. Bercerita tentang kisah malang generasi yang hilang akibat perang. Menyuarakan harapan dan tragedi yang menimpa The Lost Generation. Vera adalah wanita Inggris yang memiliki pemikiran yang maju pada masa itu. Ia memiliki mimpi untuk mengenyam bangku kuliah di Oxford. Hal ini ditentang oleh keluarganya akan kekhawatiran Vera akan menjadi "bluestocking", istilah yang umum digunakan masyarakat Inggris untuk menggambarkan perempuan dengan pendidikan yang tinggi. Karena pada saat itu ada anggapan bahwa perempuan yang berpendidikan tinggi akan sulit mendapatkan suami.
Empat tahun sebelum adegan pembuka film tersebut, kehidupan Vera dipenuhi harapan dan optimisme. Di musim panas yang indah, Vera berenang di danau bersama kakaknya Edward (Taron Egerton) dan temannya Viktor (Colin Morgan). Di musim panas itulah ia bertemu dengan Jon Snow Roland (Kit Harrington) dan mereka mulai merajut kisah cinta. Waktu berjalan indah bagi Vera namun semua berubah dengan perlahan. Pangeran Austria Franz Ferdinand terbunuh dan kini Eropa diselimuti kabut perang. Teman, saudara, dan kekasih Vera semua berangkat bertempur di medan perang. Semua pemuda turut serta, terbuai dengan patriotisme dan romansa heroisme perang. Hal yang dirangkum dengan baik oleh Roland dengan kata, "how many generations get a chance to get involved with something like this?" Menunda sementara mimpi-mimpi mereka untuk membela negara sebelum mereka sadari bahwa mimpi tersebut telah terkubur dalam ketika mereka menginjakkan kaki di medan perang.
Akting Alicia Vikander yang memerankan tokoh Vera Brittain adalah poin penting film ini. Meski memerankan perempuan Inggris, Vikander justru berasal dari Swedia. Namun bukan kali pertama ini Vikander memerankan tokoh asal Inggris. Di film terdahulunya, A Royal Affair (Nikolaj Arcel, 2012), Vikander menjadi tokoh utama yang memerankan putri keluarga kerajaan Inggris yang menikah dengan raja Denmark Christian VII. Performa Vikander di film ini perlu diacungi jempol. Kehadirannya di layar memberikan charm tersendiri. Dengan kemampuan aktingnya segala emosi yang dimiliki film ini mengalir begitu saja. Ia berhasil menghidupkan tokoh Vera Brittain, sekaligus menghidupkan semua rasa bahagia dan pedih yang pernah ada di hati Brittain dulu. Penampilannya di film ini makin menambah rasa penasaran saya dengan film Ex-Machina (Alex Garland, 2015) yang diperankan juga oleh Vikander. Film yang sangat saya tunggu-tunggu semenjak gelaran festival SXSW beberapa bulan lalu. Selain itu juga saya penasaran dengan penampilan dirinya di film The Light Between Oceans garapan Derek Cianfrance (Blue Valentine, 2010). Apalagi di film tersebut juga ada Michael Fassbender, yang saat ini merupakan kekasihnya Vikander. Trust me, she is going to be a huge star in cinema.
Film ini sangatlah cantik, mungkin terlalu cantik sebagai sebuah film anti-perang. Meskipun begitu film ini masih memiliki segudang pemandangan menyayat hati tentang dampak perang. Pemandangan tersebut digambarkan dengan suatu perpaduan antara kehancuran fisik dan nyata dengan keindahan yang menyelinap sunyi dari kejauhan. Sebagai sebuah period drama, Testament of Youth merupakan film yang well-crafted. Dari segi kostum dan tata produksi semuanya begitu rapi dan detail. Sinematografi cantik dari Rob Hardy dan scoring yang didominasi suara piano oleh Max Richter menambah keindahan film ini dari segi visual dan audial. Sentuhan menarik dari film ini adalah adanya penerobosan dinding ke empat, beberapa kali kita diperlihatkan tatapan langsung ke arah penonton dari para pemuda yang berada di medan pertempuran. Dengan cara tersebut film ini berusaha untuk merangkum penderitaan dan hilangnya harapan serta kepolosan para pemuda tersebut. Dengan cara tersebut film ini berusaha untuk menjadi suara dari generasi yang hilang, The Lost Generation.
Jujur saya tidak terlalu kenal dengan karya lain dari James Kent, sang sutradara film ini. Namun Kent telah melakukan kerja yang baik di film ini. Sebagai film anti-war, pesan film ini disampaikan dengan cara yang powerful dan moving. Film ini menyayat hati dengan tidak terlampau berlebihan. Semuanya tepat pada porsi dan takarannya. Mampu memberikan momen bahagia dan pedih. Senyum tawa dan patah hati. Intim dan personal tapi juga mampu merangkum perasaan satu generasi. Testament of Youth adalah sebuah film anti-war yang cantik dan membekas di hati. Sangat layak untuk ditonton.
Best Scene:
Ada adegan komedik ketika Roland dan Vera berpacaran. Pada saat itu anak gadis yang berpergian haruslah ditemani oleh yang lebih tua untuk melindunginya dari hal yang tidak-tidak. Istilahnya itu adalah harus ada chaperone. Usaha Roland dan Vera untuk bisa lepas dari pengamatan bibi Vera yang menjadi chaperone untuk berpacaran mampu mengundang senyum. Untuk adegan terbaik ada di adegan terakhir film ini. Sebuah adegan simbolik yang memukul hati ketika Vera berenang sendirian, seperti yang dilakukannya di bagian awal film, sembari mengenang teman, saudara, dan kekasih yang tidak akan pernah kembali.
Kesimpulan:
They want me to forget, I can't and I won't. This is my promise to you.
Testament of Youth adalah sebuah film anti-war dan period drama yang diangkat dari kisah hidup Vera Brittain. Diceritakan oleh James Kent dengan dengan cara yang powerful dan moving. Mampu memberikan momen bahagia dan pedih. Senyum tawa dan patah hati. Intim dan personal tapi juga mampu merangkum perasaan satu generasi yang hilang akibat perang. Sebuah film yang cantik dengan tambahan akting dari the future star Alicia Vikander yang cemerlang.
P.S. Ini film gue tonton di Blitzmegaplex sendirian. Bener-bener sendiri. Satu auditorium Blitz isinya gue doang. Sendokiran. Alone. Serasa gue yang punya.
What do you think about this movie? Share your opinion in the comment box below :D
love this movie! sekilas dikira bakal sekedar wartime romance, ternyata saya salah. saya juga suka bgt akting alicia vikander yg powerful, tahun ini ada 7 film dia yg direlease, can't wait to see them!
ReplyDeleteYes! Tahun ini banyak banget film dia yang rilis. Gue paling nunggu Ex-Machine sih sama The Light Between Oceans, hehehe. Terima kasih telah berkunjung :D
Deletesalam pecinta film.
ReplyDeletepermisi, saya mau promosi blog review film juga.
[ iza-anwar.blogspot.com ]
mohon tambahkan dalam daftar blog Anda dan follow serta like juga blog saya.
maaf bila review saya masih amatiran dan saya ucapkan terima kasih sebelumnya :).
Salam kenal Iza. Linknya suda dipasang yaa. Terima kasih telah berkunjung.
Delete