12 July 2015

Review: Poltergeist (2015)


United States | Horror | PG-13 | Directed by: Gil Kenan | Based on: Poltergeist by Steven Spielberg, Michael Grais, Mark Victor | Written by: David Lindsay-Abaire | Cast: Sam Rockwell, Rosemarie DeWitt, Jared Harris, Jane Adams, Saxon Sharbino, Kyle Catlett, Kennedi Clements | English | Run time: 93 minutes

Sinopsis:
Baru saja pindah rumah, sebuah keluarga dijahili oleh entitas gaib dan harus bersatu untuk menyelamatkan salah satu anggotanya yang diculik ke dunia lain.

Review:
Kalender film tahun 2015 bisa dibilang unik karena tidak unik. Di tahun ini banyak sekali remake atau reboot atau apapun itu istilahnya dari film lawas Hollywood. Tujuan dari ini semua kurang lebih untuk memperkenalkan kisah klasik kepada penonton masa kini. Contoh film yang saya maksud antara lain Cinderella, Mad Max: Fury Road, Jurassic World, Terminator: Genisys, dan lain-lain. Pengenalan kembali kisah klasik ini juga terjadi pada film bergenre horor. Film Poltergeist (Tobe Hooper, 1982) adalah salah satu film horor ikonik yang dimiliki oleh Hollywood. Bukanlah sesuatu hal yang mengejutkan ketika mendengar film ini akan dibuat versi remake-nya. Film ini disutradarai oleh Gil Kenan (City of Ember, 2008) dan naskahnya ditulis oleh David Lindsay-Abaire. Mengingat film asli Poltergeist erat sekali dengan penggunaan teknologi dan melihat teknologi saat ini sudah secanggih ini, bisa dikatakan bahwa film ini merupakan upaya modernisasi dari Poltergeist. Upaya yang sejujurnya tidak perlu-perlu amat.

Segi cerita film ini sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan film aslinya. Keluarga Bowen, yang terdiri dari Eric (Sam Rockwell), Amy (Rosemarie DeWitt), Kendra (Saxon Sharbino), Griffin (Kyle Catlett), dan Madison (Kennedi Clements) baru saja pindah ke rumah baru. Rumah yang berada di daerah suburban sepi dibawah aliran sutet. Belum lama mereka tinggal di rumah tersebut, entitas jahil mulai mengganggu mereka. Awalnya terlihat dari gelagat aneh Madison, ke-parno-an yang dialami Griffin, dan pada akhirnya mengganggu seluruh anggota keluarga Bowen. Gangguan dan hal mistis semakin menjadi-jadi ketika Madison "diculik" ke dunia lain oleh entitas tersebut melalui lemari.


Sebelum melanjutkan resensi ini, ada baiknya kita membahas film aslinya terlebih dahulu. Saya selalu bingung ketika ada orang yang mengatakan bahwa film Poltergeist itu seram. Meski tidak seram, film Poltergeist terdahulu bukanlah film jelek. Film tersebut sangatlah menghibur. Banyak hal yang bisa dinikmati dari film itu selain dari unsur horornya. Sebagai contohnya adalah adanya tokoh-tokoh menarik, dinamika antar tokoh yang hangat dan lucu, penggunaan formula yang cukup berbeda, dan hal-hal lain. Unsur-unsur yang pada akhirnya membuat film Poltergeist sangatlah ikonik.

Sesuai dengan pengalaman menonton film aslinya, ekspektasi saya atas kadar keseraman film Poltergeist kali ini cukup rendah. "There is nothing to be afraid of," ucap Amy kepada anaknya Griffin yang ketakutan. Ucapan tersebut ada benarnya. Tidak ada hal yang bisa menakuti anda di film ini. Masih ada upaya untuk membangun atmosfir dan menghadirkan jump scare, hanya saja hal tersebut tidaklah cukup membuat gelisah hati ini. Sebagai catatan, cara film ini menakuti penonton berbeda dengan film-film horor lainnya. Cara yang ditempuh oleh film ini adalah dengan menggunakan CGI untuk menampilkan roh mengganggu dan penggunaan teknologi di sekitar kita sebagai media penghantar fenomena gaib. Dua unsur yang sesungguhnya membuat film asli Poltergeist stand out pada tahun 80-an silam, yang mana pada versi kali ini diberi sentuhan modern abad 21.


Di bidang akting, penampilan jajaran pemain film ini dapat dikatakan cukup lumayan. Jelas terlihat bahwa penampilan mereka lebih ceria jika dibandingkan dengan film terdahulunya. Rockwell dan DeWitt memiliki chemistry yang pas. Penampilan Kennedi Clements yang berperan menjadi Madison memang belum bisa menandingi almarhum Heather O'Rourke yang ikonik tersebut. Hal ini bisa disebabkan dari minimnya jatah tampil tokoh Madison jika dibandingkan dengan Griffin, abangnya yang selalu galau mistis. Kendra, anak sulung keluarga Bowen, memiliki jatah tampil yang lebih minim. Hal tersebut menyebabkan pemeran tokoh tersebut, Saxon Sharbino, terlihat seperti hiasan saja.

Meski tidak seram, film Poltergeist kali ini masih dikatakan cukup menghibur. Tidak se-epic atau se-memorable film terdahulunya tapi tetap menghibur. Terlihat jelas bahwa Kenan dan Lindsay-Abaire terlalu asik untuk mengekplorasi unsur komedi dan tonal ringan di film ini. Penggalian tiap tokoh pada keluarga Bowen di film ini dapat dikatakan cukup minim, sehingga sulit disandingkan dengan keikonikan keluarga Freeling. Meskipun begitu, dinamika yang ada di keluarga Bowen masih cukup menghibur, terutama ketika ditambah dengan backstory antara tokoh Brooke Powell (Jane Adams) dan Carrigan Burke (Jared Harris). Sayangnya, terlalu banyaknya unsur "komedi" di film ini justru mengaburkan esensi sesungguhnya dari film Poltergeist sebagai film horor dan bukan film horor-komedi. Kaburnya esensi tersebut cukup membuat bingung saya dalam menikmati film ini. 

Best Scene:
Hantu, roh, atau apapun istilahnya itu yang ada di film Poltergeist adalah sebuah entitas yang luar biasa jahil. Adegan terlawak film ini menurut saya adalah ketika Boyd (Nicholas Braun) yang luar biasa apes diisengi ketika ingin mengebor lemari. 


Kesimpulan:
There is nothing to be afraid of

Sebagai film horor Poltergeist sama sekali tidak seram. Meskipun begitu film ini masih dapat menghibur dengan unsur komedi dan tonal ringan yang amat dieksplor. Sebuah upaya modernisasi film Poltergeist yang sebenarnya sia-sia namun masih dapat dinikmati. 


What do you think about this movie? Share your opinion in the comment box below :D

2 comments:

  1. This spooky movie, I can not sleep after watching this

    ReplyDelete
    Replies
    1. Coba nonton film aslinya. Lebih "epic" dibandingkan yang ini, hehe

      Delete