13 May 2015

Review: When Marnie Was There (2015)


Japan | Animation, Drama, Foreign | PG | Directed by: Hiromasa Yonebayashi | Based on: When Marnie Was There by Joan G. Robinson | Written by: Keiko Niwa, Masashi Andō, Hiromasa Yonebayashi | Cast: Sara Takatsuki, Kasumi Arimura | Japanese | Run time: 103 minutes

Sinopsis:
Anna adalah seorang anak perempuan yang sedang mengalami depresi. Hidupnya berubah ketika ia bertemu gadis seumurannya yang bernama Marnie.

Review:
Perpisahan adalah suatu momen yang sarat akan emosi. Adakalanya kita siap, adakalanya kita tidak. Katanya, "absence makes the heart grows fonder," dan hal itu saya amini. Perpisahan sekalipun sementara akan membuat hati kita lebih.... fonder. Terjemahan "fonder" yang enak dalam Bahasa apa sih? Intinya adalah adanya perpisahan dapat membuat kita lebih mengapresiasi sesuatu. Mengenang momen-momen yang terjadi terdahulu dan merefleksikannya untuk masa depan. Tahun lalu kita telah mengucapkan kata perpisahan kepada salah satu tokoh Studio Ghibli yaitu Hayao Miyazaki. Dirinya pensiun setelah membuat film The Wind Rises. Pada tahun ini kita harus bersiap diri untuk berpisah dengan Studio Ghibli untuk sementara waktu. When Marnie Was There ada judul film penutup sementara dari Studio Ghibli ini. Hal menarik dari film ini adalah dalam proses produksi tidak ada campur tangan dari Miyazaki dan Isao Takahata (The Tale of Princess Kaguya, 2014), dua maestro dan pendiri Studio Ghibli. When Marnie Was There digarap oleh Hiromasa Yonebayashi (The Secret World of Arrietty, 2011). Sebagai penutup sementara, film ini benar-benar mampu merangkum segala perasaan yang pernah saya rasakan selama menonton film-film produksi Studio Ghibli. Penuh magis, indah, dan dekat di hati.

Film ini merupakan adaptasi dari kisah novel yang ditulis oleh Joan G. Robinson. When Marnie Was There menceritakan kisah manis tentang ikatan persahabatan yang melintasi batas realita, ruang, dan waktu antara dua gadis bernama Anna dan Marnie. Anna (Sara Takatsuki) adalah gadis cantik berumur 12 tahun yang memiliki mata biru dan rambut yang coklat, dua fitur fisik yang tidak umum dimiliki perempuan Jepang. Anna merupakan yatim piatu dan diasuh oleh orangtua angkat bernama Yoriko (Nanako Matsushima). Meski sudah dari kecil dibesarkan oleh Yoriko, Anna tidak pernah memanggilnya dengan panggilan ibu. Anna menderita penyakit asma dan semakin hari semakin parah. Agar membaik dokter menyarankan Anna untuk pindah dulu ke daerah dengan udara yang segar. Untuk itu Yoriko mengirim Anna untuk tinggal sementara bersama Sestu (Toshie Negishi) dan Kiyosama Oiwa (Susumu Terajima), kerabat Yoriko yang tinggal di pedesaan pinggir laut.


Setibanya Anna di sana seketika ia tertarik dengan sebuah rumah besar bergaya Eropa di seberang danau. Ketertarikan tersebut membuat Anna sering berkunjung ke sana untuk sekedar memandang atau hingga membuat sketsa. Rumah besar itu sudah lama ditinggal pemiliknya. Keadaannya usang dan reot. Layaknya bangunan penuh mistis, seperti yang dijelaskan oleh Sestu kepada Anna bahwa rumah itu penuh dengan hantu. Di rumah besar itu juga Anna bertemu dengan Marnie (Kasumi Arimura). Tapi tenang, Marnie bukanlah hantu atau entitas mistis lainnya. Kita sebut saja kehadiran Marnie ini adalah sesuatu hal magis, bisa dikatakan sebagai teman imajiner. Namun sesungguhnya kehadiran Marnie merupakan sesuatu yang lebih daripada hanya sebagai teman imajiner. Ikatan antara Anna dan Marnie begitu fundamental. Suatu hubungan kasih sayang layaknya keluarga yang mampu menembus batas realita, ruang, dan waktu.

Di awal film Anna sedang mengalami konflik batin. Dirinya merasa hidup sendirian di dunia ini. Ia memiliki kebencian mendalam kepada orangtua kandungnya yang telah meninggal. Ia juga sulit menerima kasih sayang yang diberikan oleh orangtua angkatnya. Singkat kata Anna diselimuti rasa depresi, sebagaimana yang ia jelaskan, "In this world, there's an invisible magic circle. There's inside and outside. (Those) people are inside and I'm outside." Hal ini membuat tokoh Anna begitu depresif, bahkan cendrung unlikeable and rude. Terutama ketika ia mengucapkan, "You leave me alone! You fat pig!" kepada tokoh lain yang baru saja dikenalnya. Awalnya saya tidak merasa simpati kepada Anna. Namun secara perlahan hal itu berubah setelah ia bertemu dengan Marnie.

Satu hal yang paling saya sukai di film ini adalah proses untuk memahami perasaan hati Anna. Proses perubahan karakter Anna yang awalnya tidak menyenangkan hingga akhirnya sangat menyenangkan. Proses itu disajikan dengan kemasan yang rapi. Diperlihatkan sedikit-sedikit dengan penuh misteri hingga pada akhirnya dibeberkan semua dengan sebuah untaian kejadian yang layaknya roller coaster. Naik turun rasa bahagia, kesedihan, cinta, dan patah hati. Sebuah proses yang mampu membuat saya duduk terdiam, merenungkan dan meresapi segalanya.


Sudah merupakan jaminan mutu untuk kualitas animasi dari Studio Ghibli. When Marnie Was There adalah film animasi yang cantik. Keseluruhan film ini layaknya lukisan. Indah dan menyenangkan. Meski dunia animasi sedang bergeser ke arah animasi tiga dimensi, Studio Ghibli masih setia untuk menyajikan animasi dua dimensi. Hal inilah yang membuat film produksi Ghibli terkesan klasik dan timeless

Sebagai film penutup sementara, When Marnie Was There sangat luar biasa. Film ini layaknya karya-karya klasik Ghibli lainnya, mampu menimbulkan rasa takjub dan mengetuk hati di tempat yang tepat. Memberikan dinamika ikatan antara dua tokoh perempuan yang berlipat-lipat kali lebih hangat (dan lebih magical) dibandingkan film Frozen (Jennifer Lee, Chris Buck, 2013). When Marnie Was There juga merupakan film yang sangat tepat sebagai film penutup sementara Studio Ghibli. Entah mengapa kecintaan Marnie kepada Anna yang menembus batas realita, ruang, dan waktu tersebut mampu dijadikan analogi dari kecintaan Studio Ghibli untuk para penontonnya. Meski kini kita telah berpisah tapi percayalah kehangatan yang diberikan Studio Ghibli ini masih ada di dalam hati kita. Kehangatan yang tersimpan dalam memori untuk dikenang selamanya. 

Best Scene:
Oke, adegan terbaik di film ini terjadi di akhir film. Ketika Anna dan Marnie berpisah dan kita akhirnya tahu siapakah Marnie sebenarnya. Sebuah untaian kejadian yang benar-benar membuat saya terkagum haru.


Kesimpulan:
I can't stay here any longer. I have to say goodbye to you.

Sebuah akhir sementara dari perjalanan panjang Studio Ghibli. When Marnie Was There adalah sajian akhir amat pantas. Film penutup sementara yang mampu merekam segala perasaan yang pernah saya rasakan selama menonton film produksi Studio Ghibli. Penuh magis, indah, dan dekat di hati. Meski untuk sementara waktu berpisah, percayalah bahwa kehangatan Studio Ghibli tetap ada di hati kita, tersimpan untuk dikenang selamanya.


P.S. Berapa kali gue ngulang kata "magis" di sini? Kayaknya gue harus cari segudang kata sinonim dari kata tersebut.

What do you think about this movie? Share your opinion in the comment box below :D

5 comments:

  1. tidak dapat dipungkiri bahwa unsur fantasi tidak pernah lepas dari film anime buatan Ghibli.

    saya belum menonton film ini....
    tapi dari deskripsi Anda tentang Marnie, bolehkah saya menebak kalau Marnie adalah sosok yang berada di era yang berbeda dengan Anna, tapi mereka memiliki semacam kizuna / bound ?

    hehe itu hanya tebakan saya saja.
    saya bisa berpikir seperti karena sekarang saya dalam proses penulisan review Midnight in Paris. Ada salah satu karakter di sini yang memiliki hubungan spesial dengan orang yang berbeda ruang dan waktu, bahkan rentangnya ada sekitar 90 tahun. hehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. *spoiler alert* iya, hahaha. Marnie sesungguhnya hidup di masa berbeda dengan Anna. Meskipun begitu hubungan antara mereka ternyata sangat fundamental dan lebih erat daripada yang kita pikir sebelumnya. Pengungkapan hubungan diantara mereka juga sangat wah menurut saya. Sederhana dan pas di hati. Clue hubungan yang sedemikian rupa antara Marnie-Anna dapat dilihat dari mata Anna yang biru dan rambutnya coklat, dua fitur yang ga biasa dimiliki orang jepang.*spoiler end*

      Midnight in Paris bagus ya. Konsep orang yang cinta dengan periode waktu tertentu dan terjebak di dalamnya unik sekali.

      Delete
  2. saya masukkan ke list dulu ^_^

    ReplyDelete
  3. saya juga baru nonton film ini. ghibli never failed for me. walaupun agak sedikit aneh waktu melihat anna dan marnie berdansa dan saling menyatakan cinta.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes, saya juga ngerasa gitu. Awalnya emang kerasa kayak girl-complex yang terlampau kompleks bagi saya. Tapi begitu dikasih tahu siapa itu Marnie sebenarnya, adegan itu nampaknya jadi sweet, hehe.

      Delete