4 August 2013

Review: The Conjuring (2013)


United States | Mystery-Suspense, Horror | R | Directed by: James Wan | Written by: Chad Hayes, Carey Hayes | Cast: Vera Farmiga, Patrick Wilson, Ron Livingston, Lili Taylor | English | Run time: 112 minutes

Plot:
Diangkat dari kisah nyata. Dua demonologist harus mencari cara untuk mengusir iblis yang mengganggu dan mengancam keselamatan suatu keluarga.

Review:
"Ga mau, ga mau!" teriak gadis remaja dengan nada manja sebelum film ini dimulai. "Kalo ga mau, ya, keluar. Siapa yang maksa," ingin gue membalas. The Conjuring adalah sebuah film horror yang memiliki ke-hype-an tersendiri belakangan ini. Sudah dua kali gue menonton film ini dan bioskopnya selalu selalu penuh. Belum lama ini gue ngobrol dengan teman gue dan mereka selalu me-refer pada film ini. "Awas nyet jangan kesana, nanti conjuring," kurang lebih seperti itu ketika salah satu teman gue hendak berjalan ke lorong gelap. Lalu ada apa dengan film ini? Apa sebenernya penyebab ke-hype-an ini?

The Conjuring adalah hasil garapan sutradara Australia kelahiran Malaysia bernama James Wan (Insidious, 2011). Mirip dengan Insidious, The Conjuring menceritakan sebuah keluarga yang baru saja pindah ke rumah baru. Hanya saja tanpa mereka ketahui ada sesuatu yang janggal di rumah baru mereka. Perbedaan diantara keduanya adalah di film ini tokoh utamanya bukanlah keluarga yang dihantui, melainkan para pengusir hantunya. Ed (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga) adalah sepasang suami-istri yang berprofesi sebagai demonologist. Pada tahun 1960-an dan 1970-an, the Warrens, sebutan mereka, merupakan demonologist yang terkenal. Beberapa kasus kerasukan atau gangguan evil entity mereka tangani, termasuk kasus Amityville Horror yang tersohor itu. Kisah yang diangkat di film ini adalah kasus yang dialami oleh keluarga Perron, yang mengalami gangguan di rumah barunya di Rhode Island. Kisah yang diangkat di film ini adalah pengalaman the Warrens yang katanya begitu malevolent sehingga baru diungkap belakangan ini.


Carolyn (Lily Taylor) dan Roger Perron (Ron Livingstone) baru saja pindah ke rumah pedesaan impian mereka di Rhode Island bersama lima putrinya, yaitu Andrea (Shanley Caswell), Nancy (Hayley McFarland), Christine (Joey King), Cindy (Mackenzie Foy), dan April (Kyla Deaver). Rumah yang mereka dapatkan dari lelang bank tersebut sedikit-sedikit mulai menampakkan kengeriannya. Dimulai dari ditemukannya ruang bawah tanah yang nampaknya disembunyikan oleh pemilik sebelumnya, kematian anjing peliharaan mereka, berhentinya semua jam tepat pada pukul 3:07, munculnya teman khayalan April yang bernama Rory, dan lain sebagainya. Perlahan namun pasti keluarga Perron merasa terancam. Gangguan yang awalnya tidak begitu terasa berubah menjadi sesuatu yang nyata. Hal ini membuat keluarga Perron ketakutan dan akhirnya meminta bantuan kepada the Warrens.

Menilai sebuah film horror menurut gue adalah proses yang gampang gampang susah. Gampang ketika kita menilai dari segi keseramannya saja. Namun sesungguhnya sebagai film horror, layaknya film lain, dapat dinilai dari unsur lain di luar segi keseramannya, seperti penggarapannya, akting, tata suara, ambience atau atmosfir yang diciptakan, dan lain-lain. The Conjuring di sini, menurut gue, merupakan film horror yang selain seram juga digarap secara apik. Dari tata kamera dan tata suaranya saja sudah kita dapat nilai bahwa film ini tidak main-main. Bukan film horror ecek-ecek ibarat kata. Penggunaan teknik moving camera pada beberapa pergantian scene dan adanya zoom in zoom out yang (katanya) umum digunakan pada era 70-an diterapkan secara sesuai di film ini. Alhasil, selain memanjakan mata, teknik yang digunakan mampu menambah kadar kengerian yang diciptakan. Apalagi ketika itu semua diterapkan dalam long take scene sehingga membuat intensitas scene tersebut berlipat ganda. Dari ingatan gue, tata suara yang digunakan di film ini hampir mirip dengan yang Wan pakai di Insidious, masih hasil karya Joseph Bishara. Masih menggelegar dengan suara-suara tidak mengenakkan hati, hal ini bisa membuat jantung kita berdebar dan akhirnya membuat paranoid sendiri.


Pembukaan film ini adalah salah satu pembukaan film horror termenarik yang gue lihat belakangan ini. Belum apa-apa, begitu film ini dimulai, kita disuguhkan dengan wajah boneka ventriloquist yang tentunya menyeramkan. Bagi yang unprepared, banyak yang sudah teriak terkejut. Boneka seram itu bukan sembarang boneka. Itu merupakan boneka Annabelle yang gue sempat cari ceritanya dan ternyata tidak kalah seram dengan kisah keluarga Perron. Hal ini sesungguhnya mirip dengan film Wan terdahulu yang berjudul Dead Silence (2007). Kayaknya emang Wan seneng banget nih bikin film yang ada boneka seremnya. Sial, rumah gue banyak bonekanya. Kemudian bagian pembukaan ini ditutup dengan title card dengan tulisan warna kuning luar biasa besar ditambah dengan suara-suara yang tidak kalah besarnya. Hasilnya pembukaan ini bisa dibilang menyeramkan dan bahkan menjadi highlight film ini. Ibaratnya ini adalah pemanasan sesuai untuk menyambut parade kengerian yang siap menyambut kita di film ini.

Cerita haunted house memang terbilang usang di kalangan film-film horror. Namun cerita yang ditulis oleh Chad dan Carey Hayes digarap secara baik sehingga membuat The Conjuring masih menarik untuk dinikmati ceritanya. Hal menarik di film ini adalah adanya unsur religi yang diangkat. Gue jadi teringat pada film The Exorcist (William Friedkin, 1973) apalagi ketika melihat bagian pengusiran hantu di bagian akhir film ini. Meski tidak seseram The Exorcist, bagian pengusiran hantu di film ini masih terbilang intense. Unsur religi yang gue maksud tadi adalah, secara tersirat dan tersurat, film ini mencoba mengingatkan kita bahwa adanya higher power di atas manusia. Sebagai contoh adalah ucapan Ed di akhir film yang kurang lebih seperti ini: The devil exists. God exists. And for us, as people, our very destiny hinges on which we decide to follow. Dari segi cerita film ini diceritakan secara jelas. Segi mengapa bisa ada ini dan mengapa bisa begitu sesungguhnya telah dijelaskan secara sistematis sehingga kita sebagai penonton tidak perlu repot-repot lagi berpikir, tugas kita hanyalah menikmati (menikmati adalah pilihan kata yang menarik) teror yang ada di film ini. Kemudian sebagai penutup, The Conjuring sangat beruntung memiliki Vera Farmiga. Performanya sangat menawan sehingga merupakan poin tambah film ini.

Best Scene:
*Spoiler* Bagian ketika Andrea diterkam oleh sesosok wanita menyeramkan yang nemplok di atas lemari. 


Jadinya?
Malevolent. The Conjuring adalah film horror yang selain seram juga digarap secara rapi. Meski mengangkat kisah haunted house yang telah usang, film ini tidak kehilangan keseramannya. Unsur religi yang diangkat di film ini menjadi sesuatu yang menarik. Hal ini mampu membuat film ini menjadi sederhana yang pada akhirnya membuat kengerian film ini terasa nyata.


 

No comments:

Post a Comment