United States | Action & Adventure, Sci-Fi & Fantasy | PG-13 | Directed by: Guillermo del Toro | Written by: Guillermo del Toro, Travis Beacham | Cast: Charlie Hunnam, Idris Elba, Rinko Kikuchi, Charlie Day, Rob Kazinsky, Max Martini, Ron Perlman | English | Run time: 132 minutes
Plot:
Kaiju, monster raksasa yang keluar dari kedalaman Pasifik mengancam keberadaan umat manusia. Demi mengatasinya manusia membangun robot-robot besar yang dinamakan jaeger. Mereka bertarung demi menentukan masa depan bumi.
Review:
Monster melawan robot. Kata yang sepertinya sangat identik dengan bocah laki-laki ketika ia bermain. Namun apa jadinya jika hal tersebut terjadi secara nyata? Ternyata secara mengejutkan monster besar muncul dan menyerang kota-kota di bumi dan harapan manusia hanya tertumpu pada robot raksasa yang dibuat hanya untuk menghancurkan ancaman tersebut. Mereka bertarung. Saling tinju mereka lakukan. Itu lah Pacific Rim, film garapan sutradara Mexico Guillermo del Toro (Pan's Labyrinth, 2006). Dengan adanya nama del Toro di kursi sutradara sudah cukup membuat gue penasaran terhadap film ini. Pertanyaan yang gue tanyakan selama ini adalah bagaimana del Toro yang terkenal dengan visinya ini bisa meracik cerita dan penggarapan film ini yang mungkin terdengar liar menjadi sebuah tontonan yang spektakuler dan tidak terkesan terlalu "bocah".
Monster yang menyerang manusia tersebut dinamakan kaiju, istilah bahasa Jepang yang memiliki arti monster besar. Sedangkan robot raksasa yang digunakan manusia dinamakan jaeger, istilah yang diambil dari bahasa Jerman yang berarti pemburu. Kaiju muncul dari sebuah portal yang menghubungkan dua dunia, yang berada jauh di dalam Samudera Pasifik. Pada awalnya manusia dapat mengatasi kaiju dengan peralatan dan persenjataan yang ada. Namun dengan meningkatnya intensitas serangan kaiju, manusia mulai kewalahan. Kebutuhan pengembangan senjata baru sangat mendesak. Kemudian umat manusia setuju untuk mengeyampingkan konflik lama dan bersama-sama membangun jaeger, yang dikendalikan oleh dua pilot yang disambungkan koneksi sarafnya.
Monster melawan robot. Kata yang sepertinya sangat identik dengan bocah laki-laki ketika ia bermain. Namun apa jadinya jika hal tersebut terjadi secara nyata? Ternyata secara mengejutkan monster besar muncul dan menyerang kota-kota di bumi dan harapan manusia hanya tertumpu pada robot raksasa yang dibuat hanya untuk menghancurkan ancaman tersebut. Mereka bertarung. Saling tinju mereka lakukan. Itu lah Pacific Rim, film garapan sutradara Mexico Guillermo del Toro (Pan's Labyrinth, 2006). Dengan adanya nama del Toro di kursi sutradara sudah cukup membuat gue penasaran terhadap film ini. Pertanyaan yang gue tanyakan selama ini adalah bagaimana del Toro yang terkenal dengan visinya ini bisa meracik cerita dan penggarapan film ini yang mungkin terdengar liar menjadi sebuah tontonan yang spektakuler dan tidak terkesan terlalu "bocah".
Monster yang menyerang manusia tersebut dinamakan kaiju, istilah bahasa Jepang yang memiliki arti monster besar. Sedangkan robot raksasa yang digunakan manusia dinamakan jaeger, istilah yang diambil dari bahasa Jerman yang berarti pemburu. Kaiju muncul dari sebuah portal yang menghubungkan dua dunia, yang berada jauh di dalam Samudera Pasifik. Pada awalnya manusia dapat mengatasi kaiju dengan peralatan dan persenjataan yang ada. Namun dengan meningkatnya intensitas serangan kaiju, manusia mulai kewalahan. Kebutuhan pengembangan senjata baru sangat mendesak. Kemudian umat manusia setuju untuk mengeyampingkan konflik lama dan bersama-sama membangun jaeger, yang dikendalikan oleh dua pilot yang disambungkan koneksi sarafnya.
Beberapa tahun setelah serangan kaiju pertama, Raleigh Becket (Charlie Hunham) bersama kakaknya Yancy Becket (Diego Klattenhoff) adalah pilot dari jaeger dengan nama Gipsy Danger. Suatu hari ketika kaiju menyerang, nyawa Yancy terpaksa terenggut. Hal ini membuat Raleigh mengalami trauma dan berhenti menjadi pilot jaeger. Serangan kaiju tidak pernah berhenti, bahkan makin sering terjadi. Hal ini menyebabkan pemerintahan di dunia kehilangan kepercayaannya dalam program jaeger. Dengan kondisi yang ada Stacker Pentecost (Idris Elba), komandan dari program jaeger, memutuskan untuk memanggil empat jaeger yang tersisa ke Hong Kong untuk melakukan serangan terakhir terhadap kaiju. Stacker kemudian memanggil Raleigh untuk kembali menjadi pilot Gipsy Danger bersama Mako Mori (Rinko Kikuchi), anak angkat Stacker yang masih mencoba melawan trauma akibat serangan kaiju saat ia kecil.
Sudah barang pasti Pacific Rim menjanjikan sebuah tontonan yang dipenuhi adegan CGI teknologi tinggi yang pastinya akan memanjakan mata. Sebagai contoh adalah jaeger dan kaiju, sebagai bintang utama film ini mereka digambarkan secara luar biasa. Seolah mereka berhasil membayar rasa penasaran gue dengan detak jantung yang berdebar ketika melihat mereka bertarung. Tinju dibalas tinju. Belum lagi dengan saling banting dan gerakan menghindar yang mereka lakukan. Ditambah dengan adegan ketika Gipsy Danger menggunakan kapal untuk menghantam kaiju. "Waduh, ini pecah banget," ucap gue. Hal ini mampu membuktikan bahwa Pacific Rim adalah sebuah proyek besar dan bukan main-main. Film yang pantas menyandang predikat spektakuler dan kolosal.
Pacific Rim tidak akan bisa terbentuk menjadi film seperti sekarang tanpa sentuhan del Toro. Visi yang ia miliki adalah alasan film ini bisa terjadi. Gaya penceritaan ringan yang ia gunakan di film ini gue bilang sudah cukup tepat. Hal tersebut membuat film ini penuh dengan unsur hiburan namun tidak terkesan terlalu cetek. Keseruan film ini memang bersumber pada adegan pertarungan kaiju dengan jaeger. Namun tidak hanya itu, film ini juga menyajikan komedi yang tidak kalah menariknya. Unsur komedi film ini berasal dari love-hate relationship antara Hermann Gottlieb (Burn Gorman) dengan Newton Geiszler (Charlie Day). Mereka berdua adalah ilmuwan yang ditugaskan Stacker untuk meneliti tentang kaiju. Mereka berdua saling bertentangan dan sering bertengkar tapi inilah asal dari kelucuan yang mereka hasilkan.
Bahkan sebelum film ini rilis, sudah terdengar kabar akan adanya sequel dari Pacific Rim. Hal yang sesungguhnya tidak terlalu mengejutkan karena memang Pacific Rim memiliki potensi untuk dikembangkan. Hanya saja sebagai film pembuka dari sebuah calon franchise, Pacific Rim tidak membangun karakter utamanya secara kuat. Hal ini membuat gue tidak terlalu tertarik dengan petualangan yang mereka akan lakukan di film-film selanjutnya. Bahkan bisa dikatakan di antara Hunnam dengan Rinko tidak terjalin chemistry yang baik. Bagi gue almost painful to watch two of them in the same scene. Kaku dan tidak enak dilihat, akhirnya bikin gue gemes sendiri (in negative way). Dari segi cerita itu sendiri film ini tidak sesungguhnya tidak menawarkan sesuatu yang baru. Bukan suatu masalah berarti memang bagi film ini semacam ini. Overall, Pacific Rim cukup memuaskan. Good job!
Best Scene:
Mungkin bisa disimpulkan dari tulisan gue di atas. Gue cukup suka dengan bagian ketika Gipsy Danger menghantam kaiju dengan menggunakan kapal. Seru banget. Kemudian bagian yang perlu digarisbawahi di film ini adalah ketika Raleigh dapat menyaksikan bagian traumatis dari hidup Mako, yakni ketika kaiju menyerang kotanya saat ia masih kecil. Scene tersebut digarap dengan baik dan mampu memberikan rasa tegang kepada gue.
Jadinya?
Cancelling the apocalypse. Pacific Rim adalah film yang berhasil terwujud dari sebuah ide liar. Kapan lagi kita bisa melihat pertarungan antara robot dengan monster yang digarap secara serius dengan hasil yang spektakuler dan kolosal? Pacific Rim mungkin jawaban terbaik yang kita punya.
keren..tapi sayangnya box office nya flop..kayanya bakal susah juga ni ngarepin sekuel nya, karena kayanya rugi nieh ni film hehe...
ReplyDeleteDilihat dari perolehan sementara box office, Pacific Rim memang masih harap-harap cemas takut merugi sih. Jadi meski direncanakan untuk akan ada sequel-nya, rasanya masih abu-abu harapannya.
DeleteSalah satu pengalaman hebat, melihat Pacific Rim di IMAX (3D), khususnya ratio yang digunakan, FULLSCREEN! Thanks a lot, Guillermo del Toro! Menunggu perilisan Blu-ray (3D) nya!
ReplyDelete