15 July 2015

Review: The Age of Adaline (2015)


United States | Drama, Romance, Sci-Fi & Fantasy | PG-13 | Directed by: Lee Toland Krieger | Written by: J. Mills Goodloe, Salvador Paskowitz | Cast: Blake Lively, Michiel Huisman, Kathy Baker, Amanda Crew, Harrison Ford, Ellen Burstyn | English | Run time: 112 minutes

Sinopsis:
Akibat dari suatu hal, seorang perempuan terpaksa hidup abadi. Hal tersebut menyulitkan dirinya untuk meraih masa depan: menemukan cinta sejati dan tumbuh tua bersamanya.

Review:
Anni, Amori e bicchieri di vino, nun se contano mai. Dalam bahasa Inggris ucapan tersebut kurang lebih berarti, "Years, lovers and glasses of wine; these things must not be counted." Rasanya sulit bagi manusia jika tidak menghitung waktu. Waktu adalah anugerah yang jumlahnya terbatas, manusia menghitungnya sebagai penanda agar tidak terbuang sia-sia. Tiap momen dalam hidup manusia terasa berharga karena terlibatnya dimensi waktu di sana. Suatu momen berharga karena terjadi di waktu yang tepat, yang kemudian dapat dikenang bersama orang-orang terdekat. Hal seperti ini tidak dialami oleh perempuan bernama Serena van der Woodsen Adaline Bowman (Blake Lively). Baginya waktu merupakan sesuatu yang tidak terbatas. Dirinya "abadi", terjebak diumurnya yang ke-29 hingga hampir seabad.

Hasil dari suatu kejadian yang dideskripsikan sebagai "something magical", atau dapat dikatakan karena rangkaian peristiwa pseudo-science, Adaline yang seharusnya meninggal akibat dari kecelakaan yang dialaminya dapat bangkit kembali dan menjadi abadi. Keabadian ini merupakan kutukan bagi dirinya. Ia hidup namun tidak memiliki kehidupan. Dirinya harus selalu bergerak, pindah dari satu tempat ke tempat lain supaya orang lain tidak mencurigai keabadiannya. Kondisinya ini juga membatasi dirinya untuk meraih satu-satunya hal yang ia inginkan: masa depan, bertemu dengan cinta idaman dan tumbuh tua bersamanya. Tepat di akhir siklus sepuluh tahunannya, dimana ia harus berganti identitas, Adaline yang saat ini beraliaskan Jenny bertemu dengan Daario Naharis Ellis (Michiel Huisman), seorang pria rupawan baik hati yang berhasil merebut hati Adaline yang telah hampa selama hitungan dekade.


Film ini dibuka dengan narasi dari orang ketiga. Layaknya seorang pencerita buku dongeng kepada penonton yang merupakan pendengarnya. Ya, The Age of Adaline memang terasa seperti dongeng, baik dari segi cerita, seorang perempuan muda yang abadi mencari cinta sejati, hingga dari penggarapan visual dan audialnya. Semuanya terasa cantik dan well polished. Cukup memuaskan bagi para pencari tontonan dengan pemandangan indah. Hanya saja bagian romansa film ini, yang seharusnya merupakan kekuatan utama, malah menjadi bagian terlemah dari The Age of Adaline. Terbuai menyajikan tampilan yang indah nampaknya menyebabkan eksplorasi dinamika romansa tokoh Adaline dan Ellis terbengkalai. Tidak terlalu berkesan diingatan serta tidak mampu membedakan dirinya dari film yang sejenis. Alhasil membuat bagian awal film ini cukup menjemukan.

From "meh" to "wow". Rasa jemu tersebut seakan hilang ketika The Age of Adaline memasuki bagian akhirnya, yaitu ketika kita dikenalkan dengan tokoh Han Solo William (Harrison Ford), ayah dari Ellis. Melalui beberapa kilas balik kita mengetahui sejarah yang terjadi diantara William dan Adaline pada era 60-an. Sesuatu hal yang menjadikan tokoh-tokoh ini semakin kompleks dan menjadikan dinamika yang terjadi diantaranya semakin menarik. Dinamika hubungan segitiga antara Adaline, Ellis, dan William yang cukup mengundang atensi dan rasa keingintahuan. Di bagian ini lah The Age of Adaline begitu bersinar, meskipun dapat dikatakan predictable dan diakhiri dengan sesuatu yang cliché.


Penampilan Harrison Ford bisa dikatakan luar biasa di sini. Suatu hal yang tidak diduga sebenarnya. Tokoh William menjadi yang paling mempesona di The Age of Adaline. Dirinya merupakan gambaran dari ekses keabadian yang dimiliki Adaline. Contoh dari orang-orang yang terpaksa ditinggalkan Adaline demi menutupi keabadiannya. Penutup kisah tokoh ini juga memaku rasa di hati, sebuah pidato sederhana tentang "the love of my life". Pidato yang tersurat ditujukan kepada istrinya Kathy (Kathy Baker), namun penampilan Ford (rasanya) cukup meninggalkan jejak-jejak bermakna lain yang tersirat. Mantan bintang serial Gossip Girl, Blake Lively juga tampil menawan. Setidaknya cukup memberikan nafas kehidupan di tokoh Adaline.

Layaknya komet Della yang menjadi obsesi tokoh William, The Age of Adaline dapat menjadi sesuatu yang lebih berarti. Sebuah kisah dongeng modern dengan penggarapan rapi dan cantik. Hanya saja film ini terlambat panas. Bagian romansa yang disajikan di awal film ini terasa generik jika dibandingkan dengan premis yang ditawarkan. Untung saja hal menjadi berbeda menjelang akhir durasinya. Menawarkan dinamika emosi dan konflik yang kompleks. Sebuah film yang mulanya menjemukan lalu berakhir dengan cukup memuaskan.

Best Scene:
Entah ini perasaan saya saja atau memang pidato "the love of my life" itu memiliki makna yang tersirat. Apapun makna atau maksud sebenarnya, adegan tersebut cukup memaku hati saya.


Kesimpulan:
Years, lovers and glasses of wine; these things must not be counted.

Serena van der Woodsen diperebutkan oleh Daario Naharis dan Han Solo. The Age of Adaline adalah sebuah dongeng modern. Merupakan sebuah kisah romansa yang diberi sentuhan fantasi. Cantik dan rapi dalam penggarapannya. Menjemukan di bagian awal lalu menjadi sangat menarik ketika menjelang akhir karena munculnya tokoh yang memberikan dinamika dan konflik yang mengundang atensi dan keingintahuan penonton.



P.S. The Age of Adaline. Umur Adaline. Umurnya 26, udah gue cek.

What do you think about this movie? Share your opinion in the comment box below :D

2 comments:

  1. wahh, nilainya kok bisa sama ya. Saya juga kasih 2,5 dari 4.
    Kalo masalah performance, saya akui emang Ford paling keren & sgt karismatik.
    Tapi sayangnya ya itu, niatnya mo ngasih twist, eee....malah sudah tertebak sebelum narasi mengungkap.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tos dulu deh nilainya sama. Performa Ford memang secara tidak disangka bagus sekali di film ini. Ya memang gampang ditebak mengenai tokoh di Ford ini tetapi masih bisa memberikan pukulan emosi yang pas di film ini. Akhihrnya dinamikanya lebih menarik dibandingkan bagian awal film ini, hehehe

      Delete